Jl. Boulevard Timur Raya, Kelapa Gading - Jakarta 14250
T. (+6221) 4521001, 4520201    F. (+6221) 4520578
E. gadingpluit@gadingpluit-hospital.com
IG. gadingpluithospital

Gawat Darurat: (+6221) 4-5858-258

IMUNOTERAPI MAKIN BERKEMBANG

IMUNOTERAPI MAKIN BERKEMBANG

IMONOTERAPI MAKIN BERKEMBANG

 

Imunoterapi sebagai salah satu metode terapi bagi pasien kanker payudara kian berkembang. Terapi itu diyakini bisa meningkatkan keberhasilan dalam proses pengobatan dan keberlangsungan hidup pasien. Ketua Yayasan Kanker Indonesia Aru W. Sudoyo, di sela-sela konferensi medis “7th Recent Advances in Cancer Diagnosis and Therapy: Multi Disciplinary Approach for Oncology Management”, Sabtu (16/12) di RS. GADING PLUIT, Jakarta, mengatakan, riset dan pengembangan imunoterapi ini bisa dikombinasikan dengan terapi lain. Aru mengatakan, beberapa sifat kanker menyebabkan terapi sulit dilakukan. Sifat itu seperti membawa sumber makan sendiri, tumbuh tidak teratur, dan sel yang tidak mudah mati sehingga kanker berkembang cepat dalam tubuh.

 

Imunoterapi merupakan cara untuk menghancurkan sel kanker dengan memperkuat sistem kekebalan tubuh pasien. Selama ini, tipe terapi yang dilakukan adalah menghancurkan langsung sel kanker yang ada di tubuh pasien, seperti operasi, kemoterapi, dan radiasi. Ahli hematologi dan onkologi medik dari Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia – Rumah sakit Umum Pusat Cipto Mangunkusumo, dr. Ikhwan Rinaldi yang juga berpraktek di RS. GADING PLUIT, memaparkan, terapi itu sebaiknya dilakukan pada kenker payudara stadium awal. “Potensi keberhasilan kecil jika dilakukan di stadium akhir,” ucapnya.

 

KUALITAS TERAPI

dr. Ikhwan menambahkan, jenis obat yang sudah ditegakkan untuk terapi ini adalah trastuzumabdan pertuzumab. Kedua obat tersebut sudah mendapat izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Di luar penggunaan dua obat itu, saat ini imunoterapi terus berkembang untuk meningkatkan kualitas terapi. Imunoterapi bisa menimbulkan efek samping, seperti alergi, diare, mual, lesu, dan sakit otot. Namun, menurut Aru, perbedaan dengan kemoterapi adalah imunoterapi tidak menyebabkan rambut rontok. Aru menambahkan, imunoterapi setidaknya dapat dilakukan selama setahun. Menurut hasil riset yang ada, tingkat respons yang dihasilkan dari terapi ini berkisar 5-20 persen. “jika kombinasi dilakukan, itu bisa menjadi lebih efektif, tetapi perlu disesuaikan dengan kondisi pasien,” ujarnya

 

Sementara peneliti dari Pusat Kanker Komperehensif University of Michigan, Amerika Serikat, Qiau Li, mengungkapkan, sejauh ini beberapa produk hasil terapi imunoterapi untuk kanker sudah dihasilkan dan lolos uji klinis dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (FDA) AS. Monoclonal antibody pada molekul immune checkpoint inhibitor menjadi salah satu produk yang dihasilkan. “Terapi imunoterapi berbasis sel sedang dikembangkan,” ujarnya. Meski riset dan pengembangan untuk pengobatan kanker payudara terus dilakukan, Aru menilai kemungkinan sembuh secara keseluruhan dari kanker sangat kecil. Untuk itu, deteksi dini tetap menjadi langkah awal yang harus dilakukan. “Tingkat kematian akibat kanker di Indonesia tidak menurun jika kesadaran deteksi dini masih kurang,” katanya. (DD04)

Seperti dimuat di KORAN KOMPAS, Senin, Desember 2017