TERAPI GINJAL RAMAH ANAK
Anak yang menderita gagal ginjal tak harus berkecil hati. Meski gagal ginjal berlangsung seumur hidup dan tidak bisa disembuhkan, beberapa tipe dari gagal ginjal dapat diterapi.
Berdasarkan laporan dari National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Disease from US Department of Health and Human Services pada Maret 2014 silam, penyebab gagal ginjal pada anak usia dibawah empat tahun karena adanya kelainan ginjal dan adanya riwayat keturunan gagal ginjal. Sementara pada anak usia 5-14 tahun yang terkena gangguan ginjal ini, gagal ginjal umumnya disebabkan adanya penyakit keturunan, sindrom nefrotik, dan penyakit sistemik.
Gagal Ginjal Kronik (GGK) yang terjadi pada anak dapat dikenali dari berbagai gejala yang ada. Antara lain tangan dan kaki membengkak, area sekitar mata membengkak, tidak nafsu makan, frekuensi buang air kecil menurun atau bahkan meningkat, dan berubahnya warna urine menjadi kemerahan dalam waktu lama. Hal ini mengindikasikan adanya darah, biasanya urine akan berbusa karena adanya protein. Selain itu, anak merasa pusing karena tekanan darah yang tinggi, gejala seperti flu, mual, muntah, lesu, kelelahan, dan tidak nafsu makan. Anak juga cenderung lambat dibandingkan anak seusia lainnya. Apabila anak mengalami gejala-gejala tersebut, orang tua harus segera membawa anaknya ke dokter spesialis nefrologi anak agar mendapatkan perawatan yang sesuai.
Di Tanah Air, angka penderita GGK terus meningkat. Berdasarkan riset dari UNICEF pada World Children Report 2012, Indonesia menempati posisi pertama di ASEAN yang memiliki jumlah anak obesitas tertinggi, yaitu sebesar 12.2%. Kondisi obesitas ternyata berpotensi untuk meningkatkan angka penderita gagal ginjal pada anak. Maka itu, anggapan anak gemuk itu lucu dan sehat kini sudah tidak tepat lagi dan harus diubah. Obesitas berpotensi menimbulkan gangguan kesehatan dan meningkatkan risiko terkena penyakit diabetes dan hipertensi. Ini adalah dua penyakit yang merupakan faktor risiko tertinggi penyakit ginjal kronis.
Jika berat badan berlebih atau obesitas, maka kerja otot dan metabolisme semakin banyak sehingga kerja ginjal akan semakin berat. Karena kerja yang semakin berat itulah bisa terjadi kerusakan yang disebabkan beban kerja ginjal bertambah. Lebih jauh, GGK adalah penyakit yang bersifat progresif dan terbagi menjadi lima tahap. Tahap 1 adalah yang paling ringan, sedangkan tahap 5 (biasa disebut ESRD-end stage renal disease) adalah tahap yang paling akut. Pasien ESRD wajib menjalankan cuci darah agar tubuh tetap seimbang.
Peritoneal Dialisis Lebih Ramah Anak
Terdapat tiga metode perawatan bagi pasien gagal ginjal, yaitu hemodialisa (HD), peritoneal dialIsis (PD), dan transplantasi ginjal. Dibandingkan dengan HD, PD memiliki beberapa kelebihan yang memberikan keleluasaan pada pasien anak-anak untuk mengatur jadwal cuci darah.
Mengingat anak-anak harus pergi ke sekolah dan pergi ke rumah sakit sebanyak dua kali seminggu. Hal ini tentu akan mengganggu jadwal sekolah. Namun dengan PD, anak-anak menjadi lebih mudah untuk menyesuaikan jadwal sekolah maupun aktivitas lainnya karena pasien berhak penuh terhadap terapinya. Anak-anak dengan perawatan PD juga dapat bermain dan berolahraga dibawah rekomendasi dokter, serta mereka dapat memiliki waktu yang fleksibel dalam melakukan beragam aktivitas. Mereka juga akan menikmati fleksibilitas dan kebebasan yang diberikan perawatan PD untuk memaksimalkan waktu yang mereka punya.
Metode PD merupakan pilihan banyak pasien ESRD anak-anak di beberapa negara Eropa. Penggunaannya terus menyebar ke berbagai Negara, termasuk Indonesia. PD dapat digunakan untuk pasien anak-anak usia berapa pun untuk mendapatkan perawatan dengan baik dalam menunggu tujuan utama perawatan, yaitu transplantasi ginjal.
PERITONEAL DIALISIS
Perawatan Tepat
END stage renal disease (ESRD)adalah tahap terakhir (tahap lima) penyakit gagal ginjal kronis (GGK). Ini berarti ginjal hanya berfungsi kurang dari 15% dari kapasitas normal. Seseorang yang didiagnosis dengan ESRD menderita kondisi permanen di mana ginjal kehilangan fungsinya, tidak dapat disembuhkan. Ketika ginjal berhenti bekerja sama sekali, tubuh dapat terisi dengan racun karena adanya kelebihan air dan sisa racun.
Kondisi ini juga disebut uraemia, menyebabkan pembengkakan tangan dan kaki, serta membuat seseorang merasa lelah dan lemah. Jika tidak diobati, uraemia dapat menyebabkan kejang atau koma, dan akhirnya mengakibatkan kematian. Dalam pandangan ini, seseorang akan perlu menjalani terapi dialisis atau mendapatkan transplantasi ginjal mengingat manajemen tubuhnya sendiri tidak mampu untuk menjaga mereka tetap hidup. Pada anak penderita ESRD, metode cuci darah dengan Peritoneal Dialisis (PD) bisa menjadi pilihan perawatan yang tepat. Salah satu ibu yang memiliki putra dengan ESRD, memilih metode PD karena terbukti dapat memberikan keleluasaan bagi pasien untuk melakukan dialisis di rumah. Dengan perawatan PD, putranya tetap bisa ke sekolah, bermain dengan teman-temannya dan bersosialisasi. Menjalani perawatan PD tidak dijadikan beban bagi putranya. Bahkan, anaknya sudah bisa melakukan perawatan PD sendiri. Ini merupakan tugas orang tua untuk memberikan perawatan terbaik bagi anak-anak kita, membesarkannya dan menjadikan sukses.
Metode PD bekerja dengan membersihkan racun dalam darah dan membuang cairan berlebih menggunakan membran di tubuh, yaitu peritoneal membrane (lapisan di perut) sebagai penyaring racun. Membran peritoneal menyaring racun serta cairan dari darah melalui cairan. Cairan yang mengandung racun akan dikeringkan dari rongga peritoneal setelah beberapa jam dan berganti dengan cairan baru. Ini disebut pergantian. Pada umumnya pasien membutuhkan 3-4 kali pergantian setiap hari dengan waktu selama 30 menit. Pada saat proses penggantian, pasien dapat menjalani aktivitas dengan normal.
Seperti dimuat di koran SINDO terbit Senin, 7 Agustus 2017.

English
Bahasa

