Apa itu Sindroma Dispepsia?
Dispepsia (dis – salah, pepsia – pencernaan) adalah gangguan pencernaan terutama pada lambung dan usus halus (lihat Gambar anatomi saluran cerna bagian atas) yang secara umum melibatkan sekelompok keluhan (sindroma) meliputi ketidaknyamanan seputar perut, mual-mual, perasaan cepat kenyang, sendawa berlebihan, nyeri dada seperti terbakar, makanan dan minuman yang berbalik keatas dari lambung serta hilang nafsu makan; sehingga dikenal juga dengan sebutan Sindroma Dispepsia (SD).
Gambar Anatomi Saluran Cerna Bagian Atas.

Jenis sindroma dispepsia berdasarkan penyebab
- Sindroma dispepsia fungsional (SDF) yaitu jika belum terbukti ada gangguan /kerusakan mukosa saluran cerna lambung dan usus halus.
- Sindroma dispepsia organik (SDO) yaitu jika terbukti ada kerusakan pada mukosa lambung dan atau usus halus.
Pembuktian terhadap ada atau tidak ada nya kerusakan mukosa lambung dan usus halus itu adalah dengan pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas yang disebut endoskopi gastrointestinal/ gastroskopi.
Faktor Risiko Dispepsia
Ada beberapa faktor yang bisa meningkatkan risiko seseorang mengalami dispepsia, misalnya:
- Jenis kelamin, perempuan (Sejumlah penelitian menyatakan bahwa para wanita lebih mudah terkena stress)
- Merokok,
- Penggunaan pereda nyeri tertentu yang berlebihan, seperti aspirin dan ibuprofen , yang dapat menyebabkan masalah perut,
- Kecemasan atau depresi,
- Infeksi Helicobacter pylori (bakteri yang hidup dalam lambung).
Penyebab Dispepsia
Secara umum, beberapa hal dapat disebut sebagai penyebab dispepsia, seperti:
- GERD (gastroesophageal reflux disease) atau hiatal hernia yaitu kondisi dimana asam lambung naik kembali ke saluran makanan atau kerongkongan,
- Gastritis (radang lambung),
- Ulkus peptikum (luka terbuka pada kerongkongan, lambung, dan usus dua belas jari),
- Intoleransi laktosa (tidak tahan terhadap laktosa),
- Colic bilier(sakit perut hebat yang disebabkan oleh batu empedu),
- Cholesistitis (peradangan pada kandung empedu),
- Ansietas atau depresi,
- IBS (irritable bowel syndrome) yaitu kelainan umum yang mempengaruhi usus besar,
- IBD (inflammatory bowel disease) yaitu peradangan kronis pada saluran pencernaan,
- Efek samping obat-obat (aspirin, antibiotik, steroids, digoksin, teofilin dll),
- Banyak udara dalam lambung,
- Proses malignansi (proses keganasan).
Gejala Dispepsia
Meliputi ketidaknyamanan seputar perut seperti:
- Mual-mual,
- Perasaan cepat kenyang,
- Sendawa berlebihan,
- Nyeri dada seperti terbakar,
- Makanan dan minuman yang berbalik keatas dari lambung,
- Hilang nafsu makan.
Penanganan Dispepsia
1. Diagnosis Dispepsia
- Anamnesis, yaitu wawancara Dokter dengan Pasien mengenai penyakitnya.
- pemeriksaan fisik umum.
- Pemeriksaan laboratorium dasar,
- Pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas (SCBA)/ EGD (esofagogastroduodenoskopi)/ Gastroskopi, bertujuan untuk melihat bagian dalam dari kerongkongan/esofagus, lambung/gaster dan usus dua belas jari. Umumnya pemeriksaan gastroskopi diagnostik dispepsia dilengkapi dengan pemeriksaan histologi (pemeriksaan jaringan tubuh), pengambilan sampel jaringan tubuh mukosa (biopsy) dilakukan pada saat tindakan endoskopi masih berlangsung. Sampel jaringan akan di kirim ke bagian Patologi Anatomi (PA). Dari hasil PA dapat disimpulkan jenis dyspepsia berupa DF/DO.
2. Terapeutik atau pengobatan
- Memperbaiki pola hidup, seperti:
- Memperbaiki pola dan kebiasaan makan serta menu diet.
- Beri jarak waktu lebih awal untuk makan malam dari jadwal tidur malam.
- Hindari makanan seperti: Cokelat, permen dan alkohol, karena dapat melemahkan otot-otot sfinkter esofagus bawah (otot yang melingkar yang berfungsi membuka dan menutup) sehingga menyebabkan refluks/regurgitasi yaitu kondisi dimana asam lambung naik kembali ke saluran makanan atau kerongkongan.
- Hindari juga makanan yang pedas, kecut, minuman kopi, merokok, dan mengunyah tembakau karena dapat meningkatkan keluhan dispepsia yang ada.
- Meninggikan kepala dan dada pada saat tidur malam (± 10-15 cm) atau satu-dua bantal untuk mengurangi efek regurgitasi asam lambung, jika dirasa keluhan dyspepsia lebih menonjol pada malam hari.
- Menurunkan berat badan sampai 10% dari BB ideal,
- Melonggarkan ikat pinggang atau menggunakan korset untuk mencegah tekanan didalam perut.
- Pengobatan medika mentosa (pengobatan dengan obat-obatan) tergantung pada apa yang menjadi penyebab masalah, jika belum ditemukan penyebab pasti maka fokus terapi adalah simptomatik mengurangi keluhan.
- Pengobatan kausal (pengobatan dengan cara menghilangkan penyebabnya) sangat tergantung dari penyebab yang ditemukan.
3. Edukasional
Edukasional merupakan bagian dari proses kolaborasi penanganan kasus guna mencapai target maksimal hasil pengobatan, sekaligus memberikan efek pendidikan kepada pasien dan keluarga tentang arti penting menjaga pola makan untuk mendapatkan kondisi yang nyaman untuk saluran cerna dan pencernaan secara menyeluruh.
Pencegahan
Pencegahan dilakukan dengan pola hidup sehat/ gaya hidup, seperti:
- Makan dengan porsi kecil, tetapi sering. Makanan harus dikunyah perlahan sebelum ditelan.
- Cobalah hindari hal-hal yang bisa memicu dispepsia. Contohnya makanan dan minuman: coklat, permen, pedas, kecut dan berlemak atau minuman bersoda, alkohol, atau yang mengandung kafein.
- Tidak merokok,
- Menjaga berat badan agar tetap ideal.
- Olahraga secara teratur dapat membantu menghilangkan berat badan berlebih dan menjaga agar berat badan tetap ideal.
- Mengatasi stres dan rasa cemas. Caranya bisa dengan yoga, dan tidur yang cukup .
- Bila ada alternatif lain, ganti obat-obatan yang bisa mengiritasi lambung. Namun, jika tidak ada, pastikan bahwa konsumsi obat selalu dilakukan setelah makan (tidak dalam keadaan perut kosong).
Komplikasi
Pada kasus yang jarang terjadi, gangguan dispepsia yang parah dan terus-menerus dapat menyebabkan komplikasi, termasuk:
- Striktur Esofagus
Paparan asam lambung yang terus-menerus dapat menyebabkan jaringan parut di saluran pencernaan bagian atas. Saluran tersebut dapat menjadi sempit dan menyempit, menyebabkan kesulitan menelan dan nyeri dada. Pembedahan mungkin diperlukan untuk memperlebar kerongkongan.
- Stenosis Pilorus
Dalam beberapa kasus, asam lambung dapat menyebabkan iritasi jangka panjang pada pilorus, bagian antara lambung dan usus kecil. Jika pilorus menjadi bekas luka, itu bisa menyempit. Jika itu terjadi, seseorang mungkin tidak dapat mencerna makanan dengan baik dan mereka mungkin perlu dioperasi.
- Peritonitis
Seiring waktu, asam lambung dapat menyebabkan lapisan sistem pencernaan rusak, yang menyebabkan infeksi yang disebut peritonitis. Pengobatan atau pembedahan mungkin diperlukan.
Penulis

| dr. H. Syafruddin A. R. Lelosutan, Sp.PD-KGEH, MARS, FINASIM |
| Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan Gastroenterohepatologi |
Publish: 18 September 2021

English
Bahasa

