DETEKSI KANKER PAYUDARA TERABAIKAN
Kaum perempuan Indonesia umumnya masih enggan melakukan upaya deteksi dini kanker payudara. Padahal, deteksi dini yang diikuti pengobatan tepat merupakan salah satu kunci keberhasilan penanganan kanker payudara.
Hingga saat ini, kesadaran akan bahaya kanker payudara pada masyarakat Indonesia masih rendah. Hal itu terlihat dari masih minimnya jumlah perempuan yang secara konsisten rutin melakukan pemeriksaan payudara sendiri (Sadari) dan pemeriksaan payudara klinis (Sadanis). Data Riset Penyakit Tidak Menular (PTM) 2016 Kementerian Kesehatan menyatakan, 53,7% masyarakat Indonesia tidak pernah melakukan Sadari. Sebanyak 95,6% masyarakat tidak pernah menjalani Sadanis yang dilakukan melalui pemeriksaan USG atau mamografi.
Kanker payudara merupakan kanker yang paling banyak terjadi pada kaum perempuan. Tapi bukan berarti pria tidak bisa terkena. Semua harus melakukan pencegahan dan deteksi dini, Masyarakat Indonesia umumnya masih enggan dan tidak peduli untuk mau melakukan deteksi dini, meski mereka telah mengetahui pentingnya hal tersebut. Rasa takut dan khawatir masyarakat akan adanya penyakit tersebut di diri mereka juga masih menjadi penghambat. Padahal itu harus dilakukan berkala. Kampanye untuk mengubah kondisi itu terus kami lakukan bekerja sama dengan banyak pihak
Kanker payudara merupakan salah satu kanker dengan prevalensi tertinggi di Indonesia menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013. Kejadiannya mencapai 50 kasus per 100 ribu penduduk. Yogyakarta menjadi daerah dengan kasus terbanyak dengan angka prevalensi 24 per 10 ribu penduduk. Kanker payudara juga termasuk dalam 10 penyebab kematian terbanyak pada perempuan Indonesia, mencapai 21,5 per 100 ribu penduduk. Dari total jumlah kasus kanker payudara tersebut, 1% di antaranya dialami kaum pria.
Faktor Risiko
Deteksi dini diperlukan untuk memantau masyarakat yang sehat. Pada dasarnya, masyarakat sehat tersebut terbagi menjadi dua golongan. Golongan dengan faktor risiko dan tanpa faktor resiko. Faktor resiko kemudian kita lihat ada dua jenis. Yang bisa diubah dan yang tidak bisa diubah.
Faktor risiko yang tidak bisa diubah, misalnya ialah memiliki anggota keluarga yang menderita kanker atau memiliki faktor genetik dan mengalami menstruasi pertama di bawah usia 12 tahun. Adapun faktor risiko yang bisa diubah, misalnya gaya hidup. Gaya hidup ini semakin banyak jadi risiko saat ini. Selain dari pola makan, juga dari keputusan banyak wanita untuk lama melajang, tidak memiliki anak, dan tidak menyusui bayi mereka dengan maksimal.
Menyusui bayi merupakan salah satu langkah yang paling baik untuk menekan potensi kanker payudara pada perempuan. Dengan menyusui, kadar estrogen perempuan akan turun drastis dan itu membuat sel kanker tidak dapat hidup atau melemah. Selain itu, untuk mencegah potensi kanker, perempuan juga sangat disarankan untuk bijaksana dalam memilih metode kontrasepsi. Penggunaan alat kontrasepsi hormonal berupa suntik, pil, dan susuk dapat memicu tumbuh kembangnya sel kanker pada tubuh. Perempuan yang menggunakan KB hormonal dalam waktu lama atau mencapai lebih dari 5 tahun harus lebih intensif melakukan upaya deteksi dini. Tidak cukup hanya periksa sendiri, tetapi harus rutin setidaknya beberapa bulan sekali melalui cek klinis ke dokter.
Adapun untuk mereka yang tidak memiliki faktor risiko, pemeriksaan rutin dapat dilakukan dengan mandiri melalui metode sadari. Waktu paling baik bagi perempuan untuk melakukan Sadari ialah pada hari ke-7 hingga 10 yang dihitung sejak hari pertama menstruasi setiap bulannya. Sedangkan pemeriksaan klinis ke dokter dapat dilakukan dengan jangka yang lebih longgar, misalnya satu tahun sekali. Semakin cepat kanker payudara terdeteksi dan ditangani dengan benar, semakin besar tingkat kesembuhannya dan semakin murah biaya pengobatannya. Di sinilah pentingnya deteksi dini, untuk mendeteksi keberadaan kanker seawal mungkin.
Seperti dimuat di Koran MEDIA INDONESIA – Rabu, 20 September 2017

English
Bahasa

